Sabtu, 06 Juni 2009

Liputan Investigatif

Pengolahan Limbah PADAT RSUAM Tidak Layak Lagi

Laporan Wartawan Tribun Lampung, Reza Gunadha

Bandar Lampung, Tribun - Instalasi dan Peralatan pengolahan limbah padat yang dimiliki Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) tetap diaktifkan, meski telah banyak yang rusak. Ini disebabkan karena minimnya dana renovasi dan pemeliharan yang dimiliki RSUAM.

"Ruangan maupun incerinator (alat utama pembakar limbah padat) sudah banyak yang perlu diperbaiki," ujar Sri Handayani, Kepala Instalasi Sanitasi RSUAM, Jumat (1/4).

Ia mencontohkan, penutup cerobong asap di instalasi pembakaran limbah sudah terlepas. Alhasil, asap yang keluar saat pembakaran limbah terjadi sangat banyak.

Sri juga mengakui, incerinator yang dimiliki RSUAM belum disertifikasi kelayakannya. "Akhir tahun lalu, kami sudah mengajukan uji sertifikasi kelayakan incerinator. Namun karena ada kendala teknis, pengujian itu belum dilakukan," ungkapnya.

Sri menjelaskan, RSUAM sudah mengajukan uji sertifikasi incerinator pada Kementerian Lingkungan Hidup, sejak bulan Oktober-November 2008 lalu. Tapi, pihak Kementerian menolak perusahaan pengujian yang diusulkan oleh RSUAM.

"Kami saat itu mengajukan PT Sukofindo sebagai penguji, tapi ditolak oleh mereka. Lalu kami dirujuk ke PT Unilev di Jakarta. Namun, karena mereka tidak memberikan kontak perusahaan tersebut, maka hingga kini kami belum bisa ke perusahaan tersebut," kilah Sri.

Incerinator yang dimiliki RSUAM termasuk keluaran lama, yakni dibuat pada tahun 2000. Saat ini, banyak bagian dari incerinator tersebut yang mengalami kerusakan.

"Pengatur suhu pembakaran tadinya otomatis, tapi karena sudah rusak, jadi sekarang dilakukan manual," terang Pramudi, Operator Instalasi Pembakaran Limbah Padat RSUAM.

Kerusakan itu menyebabkan kapsitas pembakaran tidak lagi maksimal. "Kami terpaksa membakar limbah sedikit demi sedikit, agar suhu pembakarannya terjaga," kata satu-satunya operator pembakaran limbah padat RSUAM ini.

Hal tersebut menyebabkan permasalahan tersendiri. Dari pengamatan Tribun, banyak plastik yang berisi sampah medis (bekas infus, darah kotor, perban kotor, suntikan,dll) diletakkan di depan instalasi pembakaran. Seringkali sampah tersebut tercecer di lantai atau di selokan instalasi.

Sebenarnya, perbaikan instalasi pengolahan limbah padat RSUAM ini,telah diusahakan oleh Sri Handayani. "Kami sudah mengajukan dana untuk renovasi dan pemeliharan. Tapi dari seluruh dana yang kami ajukan, hanya empat puluh persen yang dicairkan," katanya.

Arif Effendi, Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUAM, membenarkan adanya permasalahan dana tersebut. Menurutnya, biaya per tahun untuk pemeliharan peralatan pengolahan limbah bisa mencapai puluhan juta. Namun, realisasi dana untuk hal tersebut biasanya hanya mencapai setengah dari biaya yang dibutuhkan.

"Setiap tahun biayanya bisa mencapai Rp 30-40 juta per tahun. Sementara, dana yang kami dapatkan untuk hal tersebut hanya sebesar Rp 20-25 juta per tahun," ungkapnya.

Arif juga menambahkan, dana yang didapatkan oleh RSUAM masih didominasi dari anggaran pemerintah daerah. Sementara, dana yang didapatkan dari kegiatan RSUAM sendiri masih minim.

"Karena uang yang didapatkan oleh rumah sakit tidak hanya untuk pengolahan limbah, kami terpaksa masih mengandalkan uang dari pemerintah daerah untuk biaya perawatan. Hingga kini, dana dari pemerintah daerah masih mendominasi hingga delapan puluh persen biaya pemeliharaan," tambahnya lagi.

Minimnya dana tersebut, memaksa RSUAM mencari dana secara mandiri dengan cara menyewakan instalasi pembakaran limbah padat tersebut. "Saat ini ada 10 hingga 15 institusi yang membakar limbah di instalasi pembakaran limbah yang kami miliki," ujarnya lagi.

Rata-rata penyewa instalasi pembakaran limbah RSUAM adalah balai-balai pengobatan dan salon kecantikan yang ada di Bandar Lampung. "Investasi untuk membangun instalasi pembakaran limbah padat memang besar, sekitar Rp 250 juta. Karenanya, mereka memilih menyewa instalasi kami," terangnya.

Purwanto (32), petugas kebersihan RSUAM, bahkan mengatakan tidak hanya balai pengobatan dan salon kecantikan saja yang membakar limbah di instalasi RSUAM. "Setahu saya, banyak juga rumah sakit swasta yang membakar limbahnya di sini. Seperti Bumi Waras dan RS Urip Soemohardjo," katanya.

1 komentar: