Senin, 27 Juli 2009

Catatan Aksi Massa

Oleh : Wahyu Heriyadi

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Alkisah, tirani dan diktator yang harus ditumbangkan. Juga seperti revolusi yang dilakukan dengan kemudian menghancurkan yang kontra revolusi. Ketika tirani dan diktator itu tak kunjung tumbang. Maka elemen-eleman kekuatan yang tersisa berkumpul dan mengorganisir diri. Dengan segenap kekuatanya menggempur. Seperti penggempuran Bastille. Seperti juga revolusi oktober. Liberty.

Mereka telah memperkaya diri. Menyengsarakan masyarakat dengan perbuatan-perbuatannya baik yang tertulis maupun yang dilakukan. Apa kekebasan berbuat di hadang, kehendak berkuasa menjadi kekuatan bagi penguasa itu. Seperti menempuh malam-malam yang kelam. Selalu dalam gelap, selalu dirudung oleh kehawatiran akan esok. Dimana akan dieksekusi. Dimana pada suatu hari ditangkap karena sebuah perkataan, tulisan atau perbuatan yang dianggap berbeda.

Disekap dikamp-kamp konsentrasi. Ditembak secara misterius. Diculik dan hilang entah kemana. Penghilangan paksa. Dibantai. Penghilangan paksa. Diperkosa. Di dalam peperangan. Kehilangan hak untuk dipilih. Kehilangan kesempatan untuk bekerja. Diancam. Dintimidasi. Diracun. Dibunuh. Aborsi. Telah kehilangan hak untuk hidup. Kesehatan yang semakin tak terjangkau. Korupsi. Penggusuran paksa. Genocide. Eksploitasi. Hancurnya ekosistem. Pencemaran.

Menara-menara semakin menjulang. Bangunan pabrik semakin membentang. Kesenjangan semakin merajalela. Telah kehiangan kesempatan. Kehilangan. Keterasingan. Beban ekonomi yang membelenggu. Imperialisme ekonomi. Hutang yang menjerat. Birokrasi yang mengalami korup. Persaingan usaha tidak sehat. Monopoli. Monopsoni. Privatisasi. Globalisasi. Pasar bebas.

Pemikiran telah dikotakkan melalui modernisasi. Sehingga kemajuan adalah kemajuan itu sendiri dengan berkiblat pada kemajuan. Apabila bukan kemajuan maka tersingkir dan terdesak, merangsuk ke dalam kubangan dan menghilang. Menghilang digilas roda yang terus menerus berputar dengan cepat. Secepat aliran uang yang terus dengan deras beputar diruang-ruang pasar ekonomi. Hanya ada nominal-nominal dalam kepala dan mengalami keterasingan, dehumanisasi.

Bahkan kata perubahan pun menjadi dilegalkan untuk menumpas yang anti perubahan. Lalu pemusnahan dilakukan. Juga ketika tidak ada ruang untuk perubahan, maka yang ingin perubahan ditumpas. Mereka lalu saling mengalahkan, saling bergumul, saling bernegasi untuk sebuah kemenangan, kejayaan, untuk sebuah impian. Yang ditegakan dengan carta-cara kekerasan, cara-cara menumpas sesama yang lainnya. Cara-cara yang menghancurkan. Padahal perlahan-lahan menghancurkan kemanusiaan itu sendiri.

Mari aksi massa untuk sebuah kehidupan yang lebih baik. Mari turun kejalan dengan damai. Mari berbicara dengan bahasa kebebasan. Mari berbicara untuk sebiah masa depan yang lebih baik. Mari menulis untuk sebuah tulisan yang mengarah pada kehidupan yang lebih baik. Mari menggoreskan pesan untuk kehidupan yang akan datang, yang lebih baik.

Ketika lari dan menari tak ada ruang lagi. Semuanya telah bersekat, semuanya telah terhipnotis menuju sebuah jurang kehancuran yang dibuat. Apakah setelah kehancuran akan ada lagi ketidakhancuran. Entahlah oposisi biner telah hancur dan berantakan, terombang ambing dalam kenangan dan romantisme keseimbangan. Yang ada dominasi mendominasi. Mari aksi massa.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Suasana kalut, terdengar tembakkan beberapa kali. Ini tidak direncanakan. Hanya berdemontrasi untuk kenaian upah yang layak. Sistem kerja yang lebih baik. Ini tidak direncanakan. Letupan senjata berkali-kali. Hanya berdemontrasi untuk kenaikan upah yang layak, sistem kerja yang lebih baik.

Dia terkena pukulan di kepalanya. Dia ditahan. Tapi suara letusan senapan masih terdengar. Untuk sebuah upah yang layak.

Sebuah aksi massa telah direncanakan. Untuk sebuah upah yang layak. Untuk sebuah kesetaraan. Untuk berhentinya eksploitasi. Setiap orang memegang tulisan. Untuk upah yang layak. Setiap orang boleh bergantian berbicara di muka umum. Setiap orang boleh menyatakan ketidaksenangannya. Untuk sebuah upah yang layak.

Kegiatan ekonomi terus meningkat. Proses produksi terus berpacu. Era konsumsi terus berlanjut. Sedangkan alat produksi makin tereksploitasi. Terkikis oleh zaman yang tua. Terkikis oleh sebuah keserakahan. Terkikis dan terkikis. Habis.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.
Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Ada cinta dalam aksi massa. Kami berpelukan. Ada mimpi tentang kesetaraan. Ada mimpi tentang perubahan. Maka turun ke jalan untuk perubahan itu. Maka meneriakkannya. Disana adalah yang dapat dipercaya. Berbicara tentang hal-hal yang ingin dibicarakan. Mencurahkan tentang perwujudan akan kesetaraan. Akan berhentinya sebuah penindasan. Berbicara tentang cinta.

Ada cinta di dalam aksi massa. Kami saling mencintai. Dan ketika itu menyakitkan kami membicarakannya dengan sejujur-jujurnya. Dikabarkan kemana pun. Hendak dikabarkan, sejauhnya, seluasnya, sekehendak untuk digapai.

Menulis cinta di sebarkan di aksi massa. Telah tertoreh disana, dengan kerinduan tentang hilangnya sebuah penghisapan. Proses dehumanisasi yang melanda. Menjadi manusia seutuhnya. Menulis cinta dan meneriakkannya.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Kami berciuman. Telah letih meneriakkan kata. Kami berpelukan dengan sangat haru. Di siang itu. Di panas terik itu. Di hari-hari yang melelahkan itu. Yang menguras tenaga dan pikiran. Kami akan terus meneriakkan.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

***
Aduh, kenapa mesti model cantik yang minta diceritakan. Kepada tidak seorang mahasiswi, atau seorang yang selalu ingin tahu dan si juru cerita dianggap paling tahu serta banyak pengalaman. Ah kamu, tergila-gila sama model itu ya.

Dan mengapa mesti aksi massa yang diceritakan. Tapi baguslah kau mau menceritakannya pada model itu. Model yang kamu maksud siapa sih. Apakah dia suka menulis juga, atau memang pendengar saja cerita-ceritamu. Atau memang kalian saling bertukar cerita. Bergantian begitu, saling cerita-cerita.
Apa sebenarnya maksud dari cerita itu.
Tentang kemanusiaan. Dan aksi massa adalah sebuah jawaban dari ketersumbatan dari proses komunikasi itu.
Begitu ya. Lalu bagaimana hubungan model itu dengan juru cerita.
Enaknya gimana.
Bagaimana kalau akhirnya model itu juga sering melakukan aksi massa.
Bagus, kan.
Bagaimana dengan kulitnya yang mulus, nanti terbakar oleh sengatan matahari.
Ah, kau masih saja memikirkan hal seperti itu.
Bagaimana kalau model itu memiliki hubungan cinta dengan sang juru cerita. Sepertinya berakhir bahagia. Setidaknya bagi model dan juru cerita.
Terserah kamulah.
Bagaimana kalau
Terserah. Berarti harus melompat lagi untuk melanjutkan cerita itu.
Apa tidak usah kali ya.
Kalau peragu begitu. Sebaiknya tak usah menjadi juru cerita.
Iya. Berat juga ya. Selalu bergumul dengan realita dan mengungkapkannya dengan bahasa dan kata yang terjalin.
Bagaimana denganmu adakah cerita, atau bagaimana kalau kau menjadi juru cerita.
Aku tak sanggup.
Cobalah.
Dimulai dari mana.
Ya dari apa saja yang bisa kamu mulai.
Contohnya.
Apa mesti dicontohkan.
Kuharap.
Aku enggan mencontohkannya.
Lalui bagaimana aku memulainya.
Mulai saja.
Dari mana.
Darimana saja kamu mau mulai.
Lagi-lagi.
Aksi massa ......
Kan katanya ingin bercerita yang lain.
Entahlah. Yang baru kuingat hanya cerita itu saja untuk saat ini.
Coba yang lain.
Aku mulai kesal. Tidak keluar-keluar.
Alirkan saja bersama kemarahan itu.
AKSI MASSA
Pssst.

Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar