Senin, 27 Juli 2009

Jahit Mulut

Oleh : Wahyu Heriyadi

Di kotaku. Setelah BBM di beritahukan naik malam itu. Seseorang datang dengan jahitan di mulutnya. Seseorang yang tak dikenal. Tak diketahui datang darimana. Ia tiba-tiba saja dengan jahitan di mulut, matanya yang basah, seperti tangis yang telah pecah.

“Apa yang dia lakukan?” Tanya seseorang yang tidak dijahit mulutnya.

Ia hanya diam saja di tengah kota. Sepanjang hari. Dari kedatangannya malam itu. Setelah BBM diberitahukan naik. Pada saat itu penduduk kota ini hanya melihat sekilas dan berlalu begitu saja. Beberapa orang berhenti sebentar melihat jahitan di mulutnya, kemudian mengangkat bahu, garuk-garuk kepala, menutup matanya, dan bergegas meninggalkan tempat itu.

“Ntar ngomongnya gimana?”
“Iya, makannnya gimana?”

Sudah beberapa kali di negeri ini BBM dinaikkan. Menyusul kenaikan harga BBM di pasaran antar negara yang seperti lari dikejar anjing. Ketika pertama kali BBM dinaikkan, disambut dengan perusakan di kota-kota, bangunan bangunan rusak, orang-orang berkumpul dan membawa sesuatu dari dalam toko-toko, mereka berlarian, ada yang terinjak, ada yang terbakar, ada yang membawa tv, ada yang membawa motor, ada yang membawa hp, ada yang tertawa puas, ada yang menangis, ada yang mati, ada yang memeluk sepatu.

Pada mulanya, BBM satu liter seharga dengan segelas teh. Satu liter, berarti sama dengan meneguk segelas teh, di sebuah siang yang terik. Es teh, dengan sedikit gula, seharga dengan satu liter BBM.

Sudah sepuluh tahun kenaikan itu berlangsung. Sudah beberapa kali BBM dinaikkan. BBM seperti lari dikejar anjing.

Ketika orang mengenal api, lalu makanan dimasak, lalu BBM. Ketika orang makan mentah , kemudian ketika makanan difermentasi, kemudian ketika makanan dimasak, kemudian ketika makanan dimasak dengan api dari BBM. Nah, ketika itulah maka BBM dirasakan menjadi bagian dari kehidupan.

Tiga hari kemudian. Seseorang yang dijahit mulutnya itu menghilang, tanpa bekas. Hanya menyisakan berkas di koran selama tiga hari itu.

“Mungkin ia pindah” kata seseorang yang tidak dijahit mulutnya.
“Tapi kemana?”

Mereka mulai merasakan bagian dari peristiwa yang hilang di kotanya. Sepertinya seseorang yang datang dengan jahitan di mulutnya itu ditunggu kehadirannya, tapi mereka seperti tak peduli ketika ia berada di tengah kota. Ketika menghilang itulah baru mereka merasa ada, sesuatu yang menjadi bagian, lalu bagian itu pergi.

Salah seorang pematung lalu menitikkan air matanya. Ia mengelap air matanya perlahan, dengan tisu yang sama-sama mengeluarkan tangis. Air mata untuk kepergian seseorang yang ada jahitan di mulutnya. Pematung itu menitikkan air matanya hingga air mata itu berubah menjadi merah, menjadi darah. Pematung itu tak sadarkan diri hingga beberapa hari, sepertinya satu purnama.

Segera setelah siuman, pematung itu membuat patung seseorang yang ada jahitan di mulutnya. Sebenarnya pematung itu ingin merobek mulutnya. Tapi ia tak sanggup, ia hanya bisa menitikkan air matanya. Lalu patung itu dibuatnya selama seminggu.

Pematung itu lalu membiarkan patung seseorang yang ada jahitan di mulutnya di tengah kota. Orang-orang yang lewat disana merasa seperti melihat lagi, diingatkan lagi seseorang yang ada jahitan di mulutnya. Hingga, pematung itu pun perlahan menghilang di telan gosip kota. Di kota ini.

“Aku tak tau, apakah si pematung itu kawannya?” tanya seseorang yang bukan pematung.
“Pertemanan yang dibangun dari air mata”

Kabarnya. Seseorang pemancing menemukan pematung itu sedang berenang mengambang diseret arus sungai dengan ada jahitan di mulutnya. Tapi kabar itu disanggah ramai-ramai, mereka tau, pemancing itu saat menlihat kejadian dimaksud sedang mabuk. Pemacing yang mabuk sambil bersandar di naungi payungnya.

Seorang kritikus patung, juga pengamat seni rupa kontemporer mengira patung tersebut merupakan masterpicenya si pematung. Lalu orang-orang mengira, tapi itu hanya kira-kira saja, jangan lama-lama, yang kira-kira dong ya. Jadi pernah tersiar bahwa pematung itu membuat patung dari pecahan tubuh seseorang yang ada jahitan di mulutnya. Makanya, kalo ngira-ngira yang kira-kira dong.

Orang-orang mulai mengingat tiga hari yang berkaitan dengan seseorang yang ada jahitan di mulutnya.

“Aku sedang mencuci baju” kata seorang pengelola laundri.
“Aku sedang berdandan” kata seseorang yang suka dandan.
“Aku sedang foto-foto” kata seseorang yang hobi foto-foto.
“Aku sedang memberi makan anjing” kata penikmat anjing.
“Aku sedang mabuk” kata pemabuk saat sedang mabuk.
“Aku sedang memijit” kata tukang pijit sambil mijat-mijat seseorang.
“Aku menyiram kebun” selang yang menyemprotkan air itu tak mau lepas dari tangannya
“Aku mengoplos BBM, maklum BBM mahal, biar ada tambahan”
“Aku minum BBM”

Dari pernyataan di atas, dua diantaranya berhubungan dengan BBM. Mari kita cari lagi bagian pernyataan mana yang ada kaitannya antara BBM dan seseorang yang ada jahitan di mulutnya. Lalu beri tanda silang.

Seperti sebuah soal dalam sebuah ujian logika dan penalaran, mereka mulai mengaitkan BBM dengan kejadian tiga hari yang mereka sedang kerjakan. Mereka yakin, meski ada kaitannya sedikit, maka ada premis-premis yang nyangkut dan menghasilkan sintesa, antitesis, hipotesis, dan sebagainya.

Malahan, seseorang mengingat-ingat kejadian tersebut dengan cara setengah tidur sambil memegang sendok . Jadi antara sebelum tidur dengan menuju tidur, eh, antara sadar dan tak sadar, nah disana maksudnya.

Lalu bagaimana dengan yang lainnya, cara mengingat kejadian tiga hari itu yang berkaitan dengan seseorang dengan jahitan di mulutnya. Beberapa orang membaca buku creative writing. Beberapa orang membaca mimpi-mimpi einstein , dengan membaca mimpi einstein mereka berharap bisa mengingat tiga hari yang berkaitan dengan seseorang yang ada jahitan di mulutnya.

Salah seorang setelah membaca mimpi einstein pergi ke gunung dan membuat rumah diatas pohon, dengan harapan-harapan yang mawar. Lalu para pembaca creative writing berusaha menaklukan tiga kata yang memanggil kenangan pada tiga hari yang berkaitan dengan seseorang yang ada jahitan di mulutnya. Selebihnya memilih mandi, berlari-lari kecil di kompleks rumahnya, pergi ke tempat kebugaran.

Hingga akhirnya mereka menemukan kebuntuan dan mulai berkumpul di suatu tempat di tengah kota, bisa jadi kafe, mall atau diskotik. Mereka mulai merencanakan sesuatu yang belum mereka bayangkan sebelumnya. Mereka menunda keputusan itu, mereka lalu bersenang-senang di tempat mereka berkumpul.

Yang berkumpul di diskotik, joget sampai kelenger dan pening-pening. Yang berkumpul di mall jalan kesana kemari naik tangga eskalator lift sampai kakinya bengkak-bengkak. Yang berkumpul di café makan minum dan ngobrol sampai perutnya kembung sampai malas bicara. Tak ada yang berkumpul di kantor, huh, mereka sudah muak dengan kantor, tempat bekerja, dan tempat formal lainnya.

Hingga pada titik itu, mereka mulai memutuskan inilah saatnya.

Mereka, penduduk kota ini beramai-ramai menjahit mulutnya masing-masing. Lalu di hari ketiga mereka hilang semuanya. Kota menjadi sepi. Gosip kota ini terus berjalan. Penyanyi dangdut melantunkannya di setiap kesempatan.
O jahit mulutku
Sumpah sayang
Ayo bergoyang

Catatan Aksi Massa

Oleh : Wahyu Heriyadi

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Alkisah, tirani dan diktator yang harus ditumbangkan. Juga seperti revolusi yang dilakukan dengan kemudian menghancurkan yang kontra revolusi. Ketika tirani dan diktator itu tak kunjung tumbang. Maka elemen-eleman kekuatan yang tersisa berkumpul dan mengorganisir diri. Dengan segenap kekuatanya menggempur. Seperti penggempuran Bastille. Seperti juga revolusi oktober. Liberty.

Mereka telah memperkaya diri. Menyengsarakan masyarakat dengan perbuatan-perbuatannya baik yang tertulis maupun yang dilakukan. Apa kekebasan berbuat di hadang, kehendak berkuasa menjadi kekuatan bagi penguasa itu. Seperti menempuh malam-malam yang kelam. Selalu dalam gelap, selalu dirudung oleh kehawatiran akan esok. Dimana akan dieksekusi. Dimana pada suatu hari ditangkap karena sebuah perkataan, tulisan atau perbuatan yang dianggap berbeda.

Disekap dikamp-kamp konsentrasi. Ditembak secara misterius. Diculik dan hilang entah kemana. Penghilangan paksa. Dibantai. Penghilangan paksa. Diperkosa. Di dalam peperangan. Kehilangan hak untuk dipilih. Kehilangan kesempatan untuk bekerja. Diancam. Dintimidasi. Diracun. Dibunuh. Aborsi. Telah kehilangan hak untuk hidup. Kesehatan yang semakin tak terjangkau. Korupsi. Penggusuran paksa. Genocide. Eksploitasi. Hancurnya ekosistem. Pencemaran.

Menara-menara semakin menjulang. Bangunan pabrik semakin membentang. Kesenjangan semakin merajalela. Telah kehiangan kesempatan. Kehilangan. Keterasingan. Beban ekonomi yang membelenggu. Imperialisme ekonomi. Hutang yang menjerat. Birokrasi yang mengalami korup. Persaingan usaha tidak sehat. Monopoli. Monopsoni. Privatisasi. Globalisasi. Pasar bebas.

Pemikiran telah dikotakkan melalui modernisasi. Sehingga kemajuan adalah kemajuan itu sendiri dengan berkiblat pada kemajuan. Apabila bukan kemajuan maka tersingkir dan terdesak, merangsuk ke dalam kubangan dan menghilang. Menghilang digilas roda yang terus menerus berputar dengan cepat. Secepat aliran uang yang terus dengan deras beputar diruang-ruang pasar ekonomi. Hanya ada nominal-nominal dalam kepala dan mengalami keterasingan, dehumanisasi.

Bahkan kata perubahan pun menjadi dilegalkan untuk menumpas yang anti perubahan. Lalu pemusnahan dilakukan. Juga ketika tidak ada ruang untuk perubahan, maka yang ingin perubahan ditumpas. Mereka lalu saling mengalahkan, saling bergumul, saling bernegasi untuk sebuah kemenangan, kejayaan, untuk sebuah impian. Yang ditegakan dengan carta-cara kekerasan, cara-cara menumpas sesama yang lainnya. Cara-cara yang menghancurkan. Padahal perlahan-lahan menghancurkan kemanusiaan itu sendiri.

Mari aksi massa untuk sebuah kehidupan yang lebih baik. Mari turun kejalan dengan damai. Mari berbicara dengan bahasa kebebasan. Mari berbicara untuk sebiah masa depan yang lebih baik. Mari menulis untuk sebuah tulisan yang mengarah pada kehidupan yang lebih baik. Mari menggoreskan pesan untuk kehidupan yang akan datang, yang lebih baik.

Ketika lari dan menari tak ada ruang lagi. Semuanya telah bersekat, semuanya telah terhipnotis menuju sebuah jurang kehancuran yang dibuat. Apakah setelah kehancuran akan ada lagi ketidakhancuran. Entahlah oposisi biner telah hancur dan berantakan, terombang ambing dalam kenangan dan romantisme keseimbangan. Yang ada dominasi mendominasi. Mari aksi massa.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Suasana kalut, terdengar tembakkan beberapa kali. Ini tidak direncanakan. Hanya berdemontrasi untuk kenaian upah yang layak. Sistem kerja yang lebih baik. Ini tidak direncanakan. Letupan senjata berkali-kali. Hanya berdemontrasi untuk kenaikan upah yang layak, sistem kerja yang lebih baik.

Dia terkena pukulan di kepalanya. Dia ditahan. Tapi suara letusan senapan masih terdengar. Untuk sebuah upah yang layak.

Sebuah aksi massa telah direncanakan. Untuk sebuah upah yang layak. Untuk sebuah kesetaraan. Untuk berhentinya eksploitasi. Setiap orang memegang tulisan. Untuk upah yang layak. Setiap orang boleh bergantian berbicara di muka umum. Setiap orang boleh menyatakan ketidaksenangannya. Untuk sebuah upah yang layak.

Kegiatan ekonomi terus meningkat. Proses produksi terus berpacu. Era konsumsi terus berlanjut. Sedangkan alat produksi makin tereksploitasi. Terkikis oleh zaman yang tua. Terkikis oleh sebuah keserakahan. Terkikis dan terkikis. Habis.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.
Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Ada cinta dalam aksi massa. Kami berpelukan. Ada mimpi tentang kesetaraan. Ada mimpi tentang perubahan. Maka turun ke jalan untuk perubahan itu. Maka meneriakkannya. Disana adalah yang dapat dipercaya. Berbicara tentang hal-hal yang ingin dibicarakan. Mencurahkan tentang perwujudan akan kesetaraan. Akan berhentinya sebuah penindasan. Berbicara tentang cinta.

Ada cinta di dalam aksi massa. Kami saling mencintai. Dan ketika itu menyakitkan kami membicarakannya dengan sejujur-jujurnya. Dikabarkan kemana pun. Hendak dikabarkan, sejauhnya, seluasnya, sekehendak untuk digapai.

Menulis cinta di sebarkan di aksi massa. Telah tertoreh disana, dengan kerinduan tentang hilangnya sebuah penghisapan. Proses dehumanisasi yang melanda. Menjadi manusia seutuhnya. Menulis cinta dan meneriakkannya.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

Kami berciuman. Telah letih meneriakkan kata. Kami berpelukan dengan sangat haru. Di siang itu. Di panas terik itu. Di hari-hari yang melelahkan itu. Yang menguras tenaga dan pikiran. Kami akan terus meneriakkan.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Berhenti. Hentikan cerita itu. Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.

***
Aduh, kenapa mesti model cantik yang minta diceritakan. Kepada tidak seorang mahasiswi, atau seorang yang selalu ingin tahu dan si juru cerita dianggap paling tahu serta banyak pengalaman. Ah kamu, tergila-gila sama model itu ya.

Dan mengapa mesti aksi massa yang diceritakan. Tapi baguslah kau mau menceritakannya pada model itu. Model yang kamu maksud siapa sih. Apakah dia suka menulis juga, atau memang pendengar saja cerita-ceritamu. Atau memang kalian saling bertukar cerita. Bergantian begitu, saling cerita-cerita.
Apa sebenarnya maksud dari cerita itu.
Tentang kemanusiaan. Dan aksi massa adalah sebuah jawaban dari ketersumbatan dari proses komunikasi itu.
Begitu ya. Lalu bagaimana hubungan model itu dengan juru cerita.
Enaknya gimana.
Bagaimana kalau akhirnya model itu juga sering melakukan aksi massa.
Bagus, kan.
Bagaimana dengan kulitnya yang mulus, nanti terbakar oleh sengatan matahari.
Ah, kau masih saja memikirkan hal seperti itu.
Bagaimana kalau model itu memiliki hubungan cinta dengan sang juru cerita. Sepertinya berakhir bahagia. Setidaknya bagi model dan juru cerita.
Terserah kamulah.
Bagaimana kalau
Terserah. Berarti harus melompat lagi untuk melanjutkan cerita itu.
Apa tidak usah kali ya.
Kalau peragu begitu. Sebaiknya tak usah menjadi juru cerita.
Iya. Berat juga ya. Selalu bergumul dengan realita dan mengungkapkannya dengan bahasa dan kata yang terjalin.
Bagaimana denganmu adakah cerita, atau bagaimana kalau kau menjadi juru cerita.
Aku tak sanggup.
Cobalah.
Dimulai dari mana.
Ya dari apa saja yang bisa kamu mulai.
Contohnya.
Apa mesti dicontohkan.
Kuharap.
Aku enggan mencontohkannya.
Lalui bagaimana aku memulainya.
Mulai saja.
Dari mana.
Darimana saja kamu mau mulai.
Lagi-lagi.
Aksi massa ......
Kan katanya ingin bercerita yang lain.
Entahlah. Yang baru kuingat hanya cerita itu saja untuk saat ini.
Coba yang lain.
Aku mulai kesal. Tidak keluar-keluar.
Alirkan saja bersama kemarahan itu.
AKSI MASSA
Pssst.

Aku ingin cerita yang lain. Ayolah, ganti ceritanya.

Apakah saat ini masih dalam belenggu. Saatnya turun ke jalan. Saatnya aksi massa. Mengorganisir diri. Mencerdaskan melalui gerakan-gerakan. Kelompok–kelompok yang mencerahkan. Aksi masa.

Anggaplah aku juru cerita. Lalu model cantik ingin dikisahkan mengenai aksi massa, sambil memeluk manja, tangan jenjangnya melingkari tubuhku, kepalanya disandarkan di bahuku. Sebagai juru cerita kukabarkan cerita tentang aksi massa.